moh.misbah
Rabu, 17 Oktober 2012
D-IV KAR
Kanulasi
Vena Sentral
INDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL
1.
Untuk menginfus
cairan atau obat-obatan yang mungkin mengiritasi vena perifer.
2.
Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan cairan,
contohnya total nutrisi parenteral atau kemoterapi.
3.
Penderita syok.
4.
Kanulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian
obat-obatan dalam situasi resusitasi.
5.
Bila kanulasi ke vena
perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps seperti pada hipovolemia,
ketika vena periper sulit ditemukan misalnya pada orang gemuk atau tranfusi
cairan dibutuhkan secara cepat.
6.
Pada kerusakan vena,
digunakan pada beberapa pasien dimana semua vena perifer telah digunakan atau
rusak.
7.
Pengukuran tekanan
vena sentral (Central Venous Pressure)
8.
Prosedur khusus,
contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis.
KONTRAINDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL
1.
Kanulasi vena sentral
harus dipertimbangkan pemasangannya pada
penderita dengan gangguan pada faal pembekuan darah. Dapat terjadi hema- tom
yang berbahaya pada pemasangan melalui vena subclavia dan jugularis, terutama
bila mengenai pembuluh arteri.
2.
Bila daerah
pemasangan ada infeksi atau tanda-tanda radang harus dicari tempat lain yang
lebih baik.
3.
Kelainan anatomi dan
taruma thoraks bagian atas misalnya fraktur clavicula, meningkatkan resiko via
clavicula.
4.
Penyakit paru yang
kritis (COPD, asma) yang akan meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks pada
pendekatan subclavia.
5.
Penderita yang
sementara di heparinisasi.
6.
Trombosis da
koagulopati
7.
Penderita menolak atau tidak koperatif
8.
Operator yang tidak berpengalaman yang tidak diawasi
supervisor1,2,3,4,5,9
Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan sebelum melakukan kateterisasi ke vena sentral.
1.
Sebaiknya pemasangan
kateterisasi vena sentral dilakukan diruang tindakan yang steril (bila
ada) dan tidak dilakukan dilakukan di tengah bang- sal ruang perawatan untuk
menghindari kontaminasi dan saling mengganggu dengan pasien lain
2.
Buat informed
konsen dan persetujuan keluarga.
3.
Bila penderita masih
sadar, sebelum pemasangan sebaiknya penderita diberitahukan terlebih dahulu
maksud dan tujuan serta prosedur kate- terisasi vena sentral tersebut.
4.
Kateterisasi vena
sentral harus dilakukan se-asepsis mungkin mirip dengan prosedur pembedahan.
5.
Waspadalah akan
masuknya udara, walaupun pasien dalam keadaan head-down.
6.
Selalu memikirkan
dimana ujung jarum berada.
7.
Darah harus dapat
diaspirasi dengan mudah dari kateter intravena sebelum cairan infus atau obat
dimasukkan. Bila tidak dapat diaspirasi de- ngan mudah berarti terjadi
kesalahan penempatan sampai dibuktikan sebaliknya.
8.
Jangan menarik
kembali kateter yang telah/masih ada di dalam jarum logam (misal venocath)
karena bahaya terpotongnya kateter oleh ujung jarum. Bila sampai terpotong maka
pengambilannya hanya bisa dilakukan dengan cara pembedahan.
9.
Kanulasi vena sentral
dapat memakai kateter panjang untuk pemakaian jangka lama atau dengan kateter
vena yang pendek misalnya abbocath ukuran besar untuk sementara pada keadaan
darurat. Bila vena sudah terisi cairan dapat dilanjutkan dengan
kanulasi vena perifer.
10.
Dipasaran telah
tersedia kateter intra vena dengan berbagai ukuran, diameter dan panjang yang
bervariasi baik dengan single lumen atau multi lumen. Pilihlah
yang sesuai dengan kebutuhan. Sesuaikan dengan lokasi pemasangan, lama
pemasangan, indikasi pemasangan dan kemampuan ekonomi pasien.
TEMPAT KATETERISASI VENA SENTRAL1,2,3,4,5,7,9
Kanulasi vena sentral
dapat dipasang melalui beberapa tempat, masing-masing letak mempunyai
keuntungan-keuntungan dan kerugian-keru- gian tersendiri.
Kanulasi vena sentral
dapat dilakukan melalui :
1.
Vena subclavia
(pendekatan infraclavicular dan supraclavicular) .
2.
Vena jugularis, pada
vena jugularis interna (VJI) dan eksterna (VJE).
3.
Vena femoralis
4.
Vena antecubital,
pada vena basilica atau cephalica.
5.
Vena umbilikalis,
pada bayi baru lahir.
Akan tetapi tempat
yang paling sering dilakukan insersi yaitu : vena subclavia (pendekatan
infraclavicular), vena jugularis interna, vena antecubital dan vena
femoralis.
KATETERISASI VENA SUBCLAVIA
Anatomi
Vena subclavia adalah
kelanjutan dari vena axillaris. Dimulai pada tepi lateral kosta I, terus
melintas diatas costa dan berakhir saat bergabung dengan vena jugularis interna
di medial ujung klavicula. Ini mempunyai beberapa hubungan penting. Arteri
subclavia biasanya terletak di posterior dan superior (yakni chepalad) dari
vena dan dipisahkan oleh m. scalenus anterior pada tempat insersi otot ini ke
kosta I. Arteri dan vena keduanya membentuk sulcus pada permukaan atas
kosta. Pleksus brakhialis terletak di posterior arteri dan
dengan demikian terletak di posterior vena dengan jarak yang lebih dekat.
Nervus phrenikus melintas di anterior dan dapat melintas di bagian medial costa
I. Nervus vagus juga berjalan di bagian anterior subclavia tetapi agak sedikit
di medial nervus phrenikus. Nervus laryngeus recurren adalah cabang dari n.
vegus. Cabang kanan terpisah dari vagus setinggi arteri subclavia dan memutar
di belakang arteri dan naik ke atas sehingga berdekatan dengan trachea. Cabang
kiri terpisah dari vagus setinggi arkus aorta, dan memutar di belakang arkus,
naik pada fissura antara oesophagus dan trakea. Saraf-saraf tersebut juga
jaraknya dekat dengan vena. Pleura dapat meluas hingga 1 inci diatas bagian
medial clavicula dan mencapai setinggi collum costa I dimana lebih tinggi
dibanding dengan artikulasio sternoclavikularis. Vena dengan demikian berada di
sebelah anterior pleura tetapi pleura meluas pada ke dua arah atas dan bawah
dari vena.1,3,7
Teknik Kateterisasi
Vena Subclavia
Persiapan
peralatan :
1.
Disinfektan
(betadine,alkohol)
2.
Handscoen,
masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk
3.
Spoit 5 ml 2
buah,jarum ukuran 25-gauge.
4.
Kateter dan dilator
5.
IV tubing dan flush
(Infus set, triway dan Nacl 500 ml)
6.
Jarum insersi
18-gauge (panjang 5 cm)
7.
0,035 j wire, duk
steril, scalpel, benang silk no.2,01,2,3,4,5,7
Posisi
Letakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) ± 10-150hingga vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko pada beberapa pasien. Bila ragu-ragu, pasien dapat diletakkan dengan kepala lebih rendah saat operator telah siap untuk melakukan punksi vena. Bahu dapat diganjal dengan handuk gulung atau botol cairan diantara kedua bahu.1,2,3,4,5,7
Letakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) ± 10-150hingga vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko pada beberapa pasien. Bila ragu-ragu, pasien dapat diletakkan dengan kepala lebih rendah saat operator telah siap untuk melakukan punksi vena. Bahu dapat diganjal dengan handuk gulung atau botol cairan diantara kedua bahu.1,2,3,4,5,7
Prosedur 1,2,3,4,5,7,9
1.
Cek semua peralatan
sebelum mulai.
2.
Sterilisasi dan tutupi area yang akan diinsersi dengan
sangat hati-hati.
3.
Palpasi fossa
subclavikularis dan cek hubungannya pada incisura sternalis. Bila jari
ditempatkan secara subclvikularis pada posisi lateral ter- dapat fossa yang
jelas antara clavicula dan costa II. Gerakkan jari ke arah medial menuju
incisura sternalis dan jari akan terhambat pada ujung medial clavicula. Ini
adalah m. subclavius yang berjalan dari costa I menuju permukaan inferior
clavikula memberikan pola yang baik posisi costa I dimana terletak vena subcalvia.
4.
Letakkan jari
telunjuk pada incisura sternalis dan ibu jari pada daerah pertemuan antara
clavicula dan costa I. Infiltrasi anestesi lokal (lidokain 1%) dengan jarum
25-gauge 2 cm lateral ibu jari dan 0,5 cm ke kaudal ke arah clavicula
atau tepat di lateral dari insersi m. subclavia costa I.
5.
Vena berjalan di
bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-gauge yang
halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral
ibu jari dan 0,5 cm di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi
khayal pada bagian belakang incisura sternalis. Posisi jarum horizontal
(paralel dengan lantai) untuk mencegah pneumothoraks, dan bevel menghadap
keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter masuk ke arah leher.
Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah
clavikula.
1.
Vena berjalan di
bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-gauge yang
halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral
ibu jari dan 0,5 cm di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi
khayal pada bagian belakang incisura sternalis. Posisi jarum horizontal
(paralel dengan lantai) untuk mencegah pneumothoraks, dan bevel menghadap
keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter masuk ke arah leher.
Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah
clavikula.
2.
Jika tidak ada darah
vena yang teraspirasi setelah penusukan sampai 5 cm tarik pelan-pelan sambil
diaspirasi jika masih belum ada juga ulangi sekali lagi, dan apabila masih
belum berhasil pindah ke arah kontralateral akan tetapi periksa foto thoraks
dahulu sebelum dilakukan untuk melihat adanya pneumothoraks
3.
Bila darah
teraspirasi maka posisi vena subclavia telah didapatkan dan kanula atau jarum
seldinger dipertahankan pada posisinya dengan mantap
4.
Susupkan kawat,
pasang kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat
5.
Lakukan dengan
hati-hati untuk menghindari ikut masuknya udara untuk itu sebaiknya ujung
kateter tidak dibiarkan terbuka.
6.
Cek bahwa aspirasi
darah bebas melalui kateter dan tetesan berjalan dengan lancar.
7.
Kontrol letak kateter
dengan foto thoraks.
Keuntungan
kateterisasi Vena Subclavia2
1.
Sangat baik untuk kanulasi jangka panjang karena
posisi kateter dapat difikasasi dengan baik sehingga tidak mudah bergerak dan
tidak meng- ganggu pergerakan pasien.
2.
Vena subclavia hampir
selalu ada dan anatomi ini umumnya tetap.
3.
Relatif kurang
infeksi dibanding pemasangan di tempat lain.
4.
Kateter mudah masuk
ke vena kava superior serta landmarknya lebih mudah pada orang yang obes..
Kelemahan
Kateterisasi Vena Subclavia2
1.
Umumnya dilakukan dengan teknik “buta” sehingga mudah
merusak stuktur di dalam yang tidak terlihat.
2.
Pleura, arteri, nervus phrenicus bahkan trakea mudah terjangkau
oleh jarum yang salah masuk sehingga relatif lebih banyak komplikasi
pneumothoraks dibanding teknik lainnya.
3.
Bila terjadi
komplikasi perdarahan relatif susah untuk ditangani.
Komplikasi
kateterisasi vena subclavia1,2,3,4,5,7,8,9,10,11,12
1.
Hematom
2.
Cellulitis
3.
Trombosis
4.
Plebitis
5.
Cedera pada saraf
6.
Penusukan pada arteri
7.
Pneumothoraks
8.
Hemopneumothoraks
9.
Penusukan saraf
10.
Fistel arteri-vena
11.
Neuropati perifer
12.
Kateter terputus/tertinggal di dalam
13.
Teknik monitor tidak tepat
14.
Posisi kateter tidak tepat
IV.2. KATETERISASI VENA JUGULARIS INTERNA
Anatomi
Vena jugularis
interna keluar dari kranium melalui foramen jugularis. Pada titik ini berada di
posterior arteri karotis, tetapi pada saat turun ber- ada di lateral arteri
karotis. Berakhir pada saat bergabung dengan vena subclavia diantara dan
dibelakang sternum serta cavut clavikularis dari m. sternomastoideus. Arteri
carotis berada di sebelah medial vena demikian pula halnya sinus karotikus.
Vagus juga terletak diantara vena dan arteri tetapi pada posisi posterior.
Trunkus simpatikus berada di sebelah belakang arteri namun demikian terletak
disebelah medial dan posterior vena. Ganglion stellatum terdiri dari ganglion
servikalis inferior dan ganglion torakalis I, terletak di depan kollum kosta I
dan di medial arteri vertebralis. Nervus phrenikus terletak di sebelah lateral
dan posterior vena. Pleura terletak di posterior vena yang hanya pada bagian
bawah pada bagian setinggi thoracic inlet (T1). Setinggi ini, duktur torasikus
juga terletak pada arah posterior pada sisi sebelah kiri. Meluas ke arah
anterior di atas arteri subclavia sinistra dan berakhir ke dalam vena
subclavia.1,2,3,7
Teknik Kateterisasi
Vena jugularis interna
Persiapan
peralatan :
a. Disinfektan
(betadine,alkohol)
b. Handscoen,
masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk
c. Spoit
5 ml 2 buah,jarum ukuran 22- dan 25-gauge.
d. Kateter
dan dilator
e. IV
tubing dan flush (Infus set, triway dan Nacl 500 ml)
f. Jarum
insersi 18-gauge (panjang 5-8 cm)
g. 0,035
j wire, duk steril, scalpel, benang silk no.2,01,2,3,4,5,7
Posisi
Pasien diposisikan dengan posisi supine dan tredelenberg, kepala pasien
diposisikan lebih rendah 150 dan 450ke
arah kontralateral pada tem- pat penusukan.1,2,3,4,5,7
Prosedur1,2,3,4,5,7,9
1. Jelaskan kepada
penderita tentang prosedur yang akan dilakukan.
2. Bersihkan daerah
leher pada sisi yang akan diinsersi.
3. Palingkan kepala
pasien ke sisi sebelah kiri. (adanya duktus thoracalis di debelah kiri membuat
sisi sebelah kanan menjadi pilihan yang baik.
4. Bila pasien sadar dan
bila diminta untuk mengangkat kepala, otot leher akan dengan mudah ditentukan.
M. sternomastoideus mempunyai dua caput, caput sternalis dan caput
clavicularis. Insersinya ke mastoid. Sebuah segitiga dibentuk oleh kedua caput
dan apeks dari segitiga ini adalah titik insersi untuk jarum. Bila pasien tidak
sadar anatomi ini mungkin sangat sulit untuk ditentukan. Pada situasi seperti
ini arteri sebaiknya dipalpasi setinggi aspek bawah cartilago thyroideus,
karena vena terletak tepat dilateralnya.
5. Infiltrasi anestesi
lokal ke dalam tempat ini.
6. Sebaiknya menggunakan
syringe dengan jarung yang halus. Susupkan spoit-jarum pada apeks segitiga
tepat disebelah lateral perabaan pulsasi arteri carotis, selanjutnya
arahkan sepanjang garis yang ditarik antara titik insersi dan papilla mamma
pada sisi yang sama. Aspirasi tatkala jarum dimajukan, hati-hati agar tidak
memasukkan sejumlah udara.
7. Bila darah
diaspirasi, vena sudah ditemukan. Tindakan berikutnya dapat diulangi dengan
meyakinkan menggunakan jarum yang lebih besar atau kanula.
8. Gunakan teknik
Seldinger, jarum ditempatkan dalam vena agar supaya darah dapat dengan mudah
diaspirasi.
9. Masukkan kawat.
10. Susupkan kateter atau
dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat.
11. Cek aspirasi darah
perlahan-lahan, fluktuasi tekanan pernapasan dan posisi foto.
Keuntungan
kateterisasi vena jugularis interna2
1. Cara pendekatan ini
relatif aman bagi yang berpengalaman.
2. Dapat digunakan untuk
kanulasi jangka panjang.
3. Kateter mudah masuk
ke vena cava superior.
4. Sangat baik bila
kanulasi juga digunakan untuk mengukur tekanan vena sentral.
5. Posisi kateter mudah
diketahui melalui foto.
Kelemahan
Kateterisasi Vena Jugularis Interna2
1. Mudah terjadi
komplikasi karena banyak sturktur disekitarnya.
2. Teknik ini sulit
dilakukan pada orang dengan leher pendek atau tebal.
3. Punksi arteri karotis
sering terjadi. Sangat berbahaya pada orang tua dengan pembuluh darah yang
atherosklerosis.
4. Bisa terjadi
kebocoran duktus torasikus bila dilakukan di sebelah kiri.
5. Mudah terjadi infeksi
atau trombosis karena gerakan kepala yang mempengaruhi letak kateter.
6. Relatif kurang nyaman
buat pasien karena akan mengganggu pergerakan lehernya.
Komplikasi
Kateterisasi Vena Jugularis Interna1,2,3,4,5,7,8,9,10,11,12
1. Hematom
2. Cellulitis
3. Trombosis
4. Plebitis
5. Cedera pada saraf
6. Penusukan arteri carotid
7. Pneumotoraks
8. Penusukan saraf
9. Cylothoraks
10. Fistel
arteri-vena
11. Neuropati
perifer
12. Kateter terputus/tertinggal didalam
13. Monitoring yang tidak akurat
14. Salah
posisi kateter
IV.3. KATETERISASI VENA JUGULARIS EKSTERNA
Anatomi
Anatomi Vena superfisial ini mudah terlihat dan diindetifikasi meskipun
penderita menderita hipovolemi. Terbentuk dari cabang posterior vena
retromandibularis dan vena aurikularis posterior, vena jugularis eksterna
melewati otot sternokleidomastoideus dan kemudian menembus fascia sevikais
profunda tepat diatas klavikula.1
Teknik kateterisasi
vena jugularis eksterna
Persiapan
peralatan :
a. Disinfektan
(betadine,alkohol)
b. Handscoen,
masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk
c. Spoit 5 ml 2 buah,jarum
ukuran 22- dan 25-gauge.
d. Kateter
dan dilator
e. IV
tubing dan flush (Infus set, triway dan Nacl 500 ml)
f. Jarum
insersi 18-gauge (panjang 5-8 cm)
g. 0,035
j wire, duk steril, scalpel, benang silk no.2,01
Posisi
Pasien diposisikan dengan posisi supine dan tredelenberg, kepala pasien
diposisikan lebih rendah 15 0 dan 450 ke arah
kontralateral pada tempat penusukan.1
Prosedur1
1. Tempatkan pasien
dengan kepala lebih rendah dengan muka menghadap ke sisi sebelahnya.
2. Identifikasi letak
vena jugularis eksterna dengan menekan bagian proksimalnya.
3. Bersihkan daerah
penusukan dengan alkohol.
4. Operator memakai
sarung tangan steril selanjutnya desinfeksi daerah penusukan seluas mungkin.
Pasang doek steril yang berlubang.
5. Setelah vena
jugularis eksterna tampak tempat tusukan diinfiltrasi dengan obat anestesi
lokal.
6. Jarum dihubungkan
dengan spoit 10 cc kemudian jarum ditusukkan ke dalam vena sambil mengaspirasi
untuk melihat adanya darah di dalam spoit.
7. Kateter difiksasi dengan baik.
8. Kontrol foto thoraks.
Keuntungan
Kateterisasi Vena Jugularis Eksterna.2
1. Letak vena
superfisial sehingga relatif mudah dilakukan. Cocok untuk yang kurang
pengalaman melakukan kanulasi vena sentral di vena jugu- laris interna, vena
subclavia atau vena femoral.
2. Relatif sedikit
struktur penting yang dapat rusak. Seperti penusukan arteri atau saraf.
3. Koagulopati hanya
merupakan kontra indikasi relatif.
Kelemahan
Kateterisasi Vena Jugularis Eksterna2
1. Kadang-kadang
terrjadi kesulitan vena sentral melalui fascia servikalis.
2. Mudah terinfeksi karena letaknya yang superficial.
3. Kurang nyaman buat
penderita karena mengganggu pergerakan leher.
4. Sulit melakukan
fikasasi dan mudah lepas jika menggunakan plester.
IV.4. KATETERISASI VENA FEMORAL
Anatomi
Anatomi vena femoral relatif konsesisten. Pada apeks
segitiga femoral, terbentang dari posterior ke arteri femoralis tetapi karena
ia mengikuti kaki kaki ke atas ligamentum inguinalis maka ia terletak di medial
arteri. Dua
petunjuk lokal adalah ligamnetum inguinalis di atas dan pulsasi arteri sebelah
lateral vena. Saraf
femoralis disebelah lateral arteri.1
Teknik Kateterisasi
Vena Femoral
Persiapan
peralatan :
a. Disinfektan
(betadine,alkohol)
b. Handscoen,
masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk
c. Spoit
5 ml 2 buah,jarum ukuran 22- dan 25-gauge.
d. Kateter
dan dilator
e. IV
tubing dan flush (Infus set, triway dan Nacl 500 ml)
f. Jarum
insersi 18-gauge (panjang 5-8 cm)
g. 0,035
j wire, duk steril, scalpel, benang silk no.2,01
Posisi
Supine1
Prosedur1
1. Bersihkan dan atur
areal sesuai dengan prosedur pembedahan. Salah satu hal yang utama dalam
rute ini adalah adanya kemungkinan sepsis da- erah yang kotor dan teknik
asepsis yang cermat harus sangat hati-hati.
2. Lakukan palpasi pada
arteri dan identifikasi ligamentum inguinalis.
3. Masukkan di medial
pulsasi dan dorong secara perlahan sambil terus menerus mengaspirasi melalui
jarum sehingga segera darah terlihat begitu pembuluh darah dimasuki. Jika jarum
dimasukkan 45o ke
dalam kulit akan lebih mudah mengitrodusir kawat.
4. Masukkan kawat ujung
yang terurai terlebih dahulu, melalui jarum kedalam vena. Perhatikan untuk
tidak membiarkan pembuluh darah terbuka di udara karena sewaktu-waktu dapat
terjadi emboli udara.
5. Cabut jarum dan
masukkan kateter di sebelah luar kawat.
6. Cabut kawat dan
aspirasi darah melalui kateter untuk memastikan keberadaanya dalam pembuluh
darah.
7. Balut dengan pembalut steril.
8. Kontrol foto untuk
mrngetahui letak kateter.
Keuntungan
Kateterisasi Vena Femoral
1. Tekniknya relatif mudah dilakukan
2. Anatominya relatif
mudah diingat.
3. Struktur yang penting
relatif sedikit di daerah penusukan.
Kelemahan
Kateterisasi Vena Femoral
1. Mudah terjadi infeksi
dan sepsis
2. Mudah terjadi
tombosis dan pembengkakan pada kaki.
3. Relatif kurang nyaman
buat pasien.
4. Dapat mengganggu
pergerakan penderita, sehingga kurang baik untuk pasien yang direncakan
mobilisasi dini.
Komplikasi
Kateterisasi Vena Femoral1,2
1. Hematom
2. Cellulitis
3. Trombosis
4. Plebitis
5. Penusukan arteri
6. Fistel arteri-vena
7. Neuropati perifer
8. Kateter terputus dan
tertinggsl di dalam
9. Teknik monitor yang tidak tepat
10. Posisi katetes tidak tepat
IV.5. KATETERISASI VENA ANTECUBITI
Anatomi1
Teknik kateterisasi
vena via antecubital
Persiapan
peralatan :
a. Disinfektan
(betadine,alkohol)
b. Spoit
3 ml 2 buah,jarum ukuran 25-gauge.
c. IV
tubing dan flush (Infus set, triway dan Nacl 500 ml)
d. Introducer
(14-gauge angiographic catheter)
e. Silastic
catheter dengan guidewire
f. Gunting,
pemegang jarum, benang silk no.3,0
g. Suture
wing,haas steeril dan plester1
Posisi
Pasien diposisikan dengan posisi supine atau duduk dengan abduksi lengan kearah
luar kira-kira 450 dari
axis tubuh.1
Prosedur1
1. Daerah antecubital
dibersihkan dulu dari lemak dan kotoran tubuh dengan alkohol.
2. Operator memakai
masker dan sarung tangan steril dan sebelumnya mencuci tangan seperti sebelum
melakukan pembedahan dengan larutan chlorheksidin atau povidon-iodine surgical
scrub.
3. Desinfeksi dilakukan
dengan yodium-alkohol atau povidone-iodine selama 2 menit dan dibiarkan kering,
kemudian ditutup dengan doek lubang steril.
4. Tourniquet dipasang
pada lengan atas dan dikencangkan secukupnya sehingga aliran vena terhenti
tanpa menutup aliran arteri.
5. Setelah vena basilika
terlihat, tempat tusukan diinfiltrasi dengan obat anestesi lokal seperti
lidokain 2 %.
6. Jarum kateter
ditusukkan kedalam vena sampai terasa menembus vena dan terlihat darah keluar.
Jika sudah diperkiranan kateter juga telah menembus vena, mandrein ditarik dan
selanjutnya kateter didorong masuk.
7. Tourniquet dilepas
dan kateter dimasukkan dan selanjutnya didorong sampai mendekati ketiak
(15-20 cm).
8. Lengan penderita
diabduksi sampai sejajar dengan bahu dan kepala penderita diletakkan dalam
posisi menoleh kearah lengan tersebut.
9. Sambil
melihat monitor EKG (untuk melihat bila ada gangguan irama jantung) kateter
didorong terus sampai diperkiran masuk di vena cava superior. Bila tidak ada
monitor EKG, irama jantung dipantau dengan meraba nadi penderita oleh seorang
pembantu. Bila ada aritmia supraventrikuler atau aritmia ventrikuler berarti
ujung kateter masuk ke dalam atrium atau ventrikel. Kateter ditarik sedikit sampai
aritmia hilang.
10. Stylet kateter CVP dicabut selanjutnya kateter dihubungkan dengan spoit 10
cc yang berisi sedikit NaCl untuk mengaspirasi adanya darah keluar. Bila tidak ada darah
keluar kateter ditarik sampai pada aspirasi didapat darah. Bila darah tetap
tidak keluar, kateter harus ditarik semua dan prosedur pemasangan dimulai
lagi dari awal.
11. Setelah
aspirasi keluar darah, infus dipasang dan klem infus dibuka lebar (hati-hati
jangan sampai ada udara masuk), cairan harus dapat menetes dengan lancar. Tetesan infus selanjutnya
diatur secukupnya.
12. Dengan stylet diurutkan pada perjalanan kateter, maka posisi ujung kateter
dapat diperkirakan dan bila perlu ditarik untuk disesuaikan.
13. Tempat tusukan dapat diolesi salep povidon-iodine, sisa kateter
dilingkarkan dan ditutup dengan kasa steril dan selanjutnya difiksasi dengan
plester lebar agar tidak mudah tercabut dan kateter tidak bergerak keluar
masuk.Ditulis tanggal dan jam pemasangan kateter pada
plester tersebut dan pada status penderita.
14. Diambil
foto thorax untuk memastikan letak ujung kateter dan bila perlu dilakukan
penyesuaian. Ujung kateter diharapkan pada vena cava superior atau atrium
setinggi ruang antar iga II.
Keuntungan
kateterisasi via antecubital2
1. Relatif mudah dilakukan. Terutama pada pemula.
2. Potensi kerusakan
arteri atau saraf mudah diidentifikasi dan mudah dihindarkan.
3. Tidak ada bahaya
terjadinya komplikasi di dada seperti pneumothoraks.
4. Merupakan pilihan
bila ada gangguan pembekuan darah dan relatif mudah dikontrol bila ada
perdarahan.
Kelemahan
kateterisasi via antecubital2
1. Sering ditemukan
kateter sulit melewati axilla.
2. Pada keadaan tertentu
sulit mengidentifikasi vena seperti orang gemuk, penderita edema di lengan atau
vena kolaps.
3. Kateter kadang-kadang
bisa masuk ke daerah leher daripada ke dalam dada.
4. Mudah terjadi
trombosis atau infeksi bila menggunakan kateter yang panjang.
Komplikasi
kateterisasi vena cubital1
1. Perdarahan
2. Arrhytmia
3. Infeksi
4. Catheter cloting dan
kingking
V. PENGUKURAN TEKANAN
VENA SENTRAL (CVP)
Pengukuran tekanan vena sentral (CVP) merupakan prosedur yang relatif sederhana
dan digunakan sebagai pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan
jantung menerima beban cairan. Kalau dilakukan dengan benar, respon CVP pada
pemberian cairan membantu mengevaluasi penggantian volume. CVP merupakan
prosedur yang dapat memberikan gambaran tentang volume intravaskuler, tegangan
vena-vena besar serta fungsi jantung kanan.6
Normal CVP yaitu antara 0-8 mmHg ( 3-12 cmH2O) yang diukur melalui kateter yang
dipasang pada vena jugularis interna/eksterna atau vena subclavia yang dapat
memberikan informasi tentang tekanan pada vena sentral yang nantinya dapat digunakan
untuk menentukan seberapa besar volume cairan yang dapat diberikan pada pasien
serta mengetahui fungsi jantung kanan.
Penggunaan transducer tekanan elektronik lebih
dianjurkan untuk mengukur manometri yang dihubungkan dengan triway.Suatu kantong
reser- voar cairan dan tabung vertikal yang diisi dengan cairan, ketinggian
dari permukaan cairan dalam tabung manandakan tekanan dari CVP. Titik 0
pada transduser tekanan diletakkan setinggi atrium kiri (kira-kira pada linea
axillaris media) daripada diletakkan pada sternum yang akan terpengaruh oleh
posisi pasien(supine/semierect/prone). Pastikan tidak terdapat kateter tidak
terblok atau kinking dengan cara mengguyur cairan dari kantong cairan. Setelah
itu hubungkan kembali kantong cairan dengan triway yang terhubung dengan
manometer tubing. Setelah triway dibuka maka akan terlihat level permukaan
cairan akan bergerak turun sampai level pengukuran CVP yang dibaca dalam bentuk
cmH20.Pulsasi vena dan perubahan mengikuti pola respirasi harus terlihat pada
jalur tetapi bukan sebagai gelombang tekanan ventrikel kanan (misalnya pada
saat kateter masuk terlalu dalam).4,13
Faktor-faktor yang
meningkatkan CVP :
1. Overload
cairan
2. Tamponade
jantung dan effusi pericard
3. Penyakit
katup trikuspid
4. Gagal
jantung kanan
Faktor-faktor yang
menurunkan CVP :
1. Hipovolemik
2. Dehidrasi
3. Vasodilatasi
VI.
PENCEGAHAN KOMPLIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL
Di Amerika Serikat dilaporkan
para klinisi telah melakukan kateterisasi vena sentral lebih dari 5 juta
kateter setiap tahunnya. Lebih dari 15 % pasien yang dikateterisasi mengalami
komplikasi. Komplikasi mekanik 5-19 %, Komplikasi berupa infeksi 5-26 %,
Komplikasi thrombosis 2-26 %. Untuk itu dibawah ini akan dijelaskan tentang
cara atau metode untuk mengurangi frekwensi terjadinya komplikasi
tersebut diatas.7
VI.1. Tipe-tipe
kateter7
Saat ini kateter yang
paling sering digunakan untuk kateterisasi vena sentral adalah kateter yang
mengandung antimikroba yaitu kateter yang mengandung kombinasi chlorhexidine dan
silver sulfadiazine serta
kateter yang mengandung kombinasi minocyclin
dan rifampin. Pada studi uji klinik secara random keduanya
menunjukkan nilai yang rendah pada efek kateter terhadap terjadinya infeksi
sistemik.
Berdasarkan bukti saat ini menunjukkan penggunaan kateter minocyclin dan
rifampin adalah
lebih efektif dan mempunyai resiko infeksi lebih rendah dibandingkan dengan
kateter chlorhexidine
dan silver sulfadiazine.
Jumlah lumen kateter tidak secara langsung mempengaruhi angka kejadian
komplikasi infeksi. Akan tetapi, pemilihan baik itu single lumen ataupun
multilumen kateter dibuat berdasarkan pertimbangan jumlah obat atau nutrisi
yang akan diberikan.
VI.2. Karakteristik
pasien
Kateterisasi
jugularis interna mungkin sulit dilakukan pada pasien yang obes mengingat
penanda pada leher sulit ditemukan. Kateterisasi vena subklavia harus dihindari
pada pasien yang menderita hipoksemia berat karena komplikasi pneumothoraks
sering terjadi dan
kurang bisa ditoleransi oleh pasien tersebut. Kateterisasi femoral harus
dihindari pada pasien yang menampakkan tanda-tanda infeksi pada regio inguinal
karena insersi kateter femoral memiliki resiko tinggi untuk menyebabkan
infeksi. Jika kanulasi vena sentral dibutuhkan untuk resusitasi pasien syok,
akses vena femoral sebaiknya dipertimbangkan karena cepat dilakukan khususnya
bila kateterisasi vena subklavia dan jugularis interna sulit dilakukan. Setelah
resusitasi kateter dapat dipindahkan ketempat yang lebih tepat untuk pasien
ini.7
Adapun pasien-pasien yang menggunakan ventilator sebelum dilakukan pemasangan
kateter sebaiknya sementara dilepas dahulu dari ven- tilator (Tekanan
akhir ekspirasi yang tinggi) mengingat bahaya untuk resiko terjadinya
pneumothoraks.2,5
VI.3. Komplikasi Mekanik
Mayoritas komplikasi mekanik terjadi selama pemasangan kateter vena
sentralis, dimana infeksi dan komplikasi trombotik terjadi bersamaan,
komplikasi mekanik yang paling sering adalah punksi arteri, hematoma,
pneumothoraks, dan gangguan syaraf. Resiko keseluruhan komplikasi ini sama
dengan kateterisasi pada vena jugularis interna, kateterisasi vena subclavia.
Dalam analisa yang berskala besar didapati resiko pneumothoraks sama dengan
keteterisasi jugularis interna dan subclavia. Komplikasi mekanik, khususnya
punksi arteri dan formasi hematoma, paling sering terjadi selama pemasangan
kanula pada femoralis. Kebanyakan
punksi arteri dapat dikenali pada aspirasi darah warna merah cerah yang tampak
pada syringe. Penderita dengan hipoksemia atau hipotensi, dimana
perubahan warna dan denyut melemah kemungkinan wajar terjadi, hubungan terhadap
kateter ke tekanan transduser dapat memperkuat kanulasi vena. Penggunaan
ultrasonic locating devices telah menunjukkan dapat mengurangi frekwensi dari
komplikasi mekanik pada pemasangan garis sentral.3,7,8,9
Penusukan arteri5
a. Pencegahan
: 1. Penusukan jarum jangan sampai
terlalu dalam
b. Penanganan : 1. Kontrol foto
thoraks segera setelah pemasangan
2. Lakukan penekanan secara manual di
daerah penusukan selam 5 menit
Pneumothoraks5
a. Pencegahan
: 1. Lepaskan pasien dari ventilator sebelum
melakukan penusukan
2. Pilih pasang kateter disebelah kanan dibanding yang sebelah kiri
3. Hindari penusukan yang berulang-ulang (Maksimal 2 kali)
b. Penanganan : 1. Kontrol foto thoraks segera
setelah pemasangan
2. Jika terjadi tension pneumothoraks segera lakukan punksi dengan
abbocath no.14-16 didaerah midclavicular intercostal 2 setelah itu dilanjutkan
dengan pemasangan chest tube
Hematothoraks5
a. Pencegahan
: 1. Lepaskan pasien dari ventilator sebelum
melakukan penusukan
2. Pilih pasang kateter disebelah kanan dibanding yang sebelah kiri
3. Hindari penusukan yang berulang-ulang (Maksimal 2 kali)
b. Penanganan : 1. Kontrol foto thoraks segera setelah
pemasangan
2. Jika terjadi tension pneumothoraks segera lakukan punksi dengan
abbocath no.14-16 didaerah midclavicular intercostal 2 setelah itu dilanjutkan
dengan pemasangan chest tube
Iatrogenik bilateral5
Pencegahan : Jika
pemasangan keteter tidak berhasil maka selanjutnya usahakan percobaan
berikutnya pada pendekatan ipsilateral jugularis interna atau subclavia
sebelum mencoba di kontralateral vena subclavia.
Disritmia Kardiak5
a. Pencegahan
: 1. Minta bantuan seseorang untuk melihat ke
monitor EKG apakah ada
disritmia pada
saat pemasangan kateter.
b. Penanganan
: 1. Reposisikan kembali kateter; jika disritmia menetap
maka terapi disritmia sesuai protokol ACLS
2. Kontrol foto thoraks segera setelah pemasangan
VI.4. Komplikasi Infeksi
Tingkat suspek atau penguatan kateter, sehubungan dengan infeksi aliran
darah merupakan yang tertinggi untuk kateter femoralis dan terendah untuk
subclavia. Uji klinis menunjukkan rendahnya tingkat hubungan antara kateter
dengan infeksi aliran darah dengan penggunaan antimikroba dan pengisian
kateter. Pengisian kateter dengan chlorhexidine, sulfadiziane, minocycline, dan
rifampisin paling sering digunakan.
Perkembangan
mikroorganisme yang resisten pada pengunaan tipe kateter belum teruraikan.
Persiapan kulit dengan solusi chlorhexidine menuju ke solusi iodine kemungkinan
lebih manjur dalam mencegah infeksi penggunaan rutin antibiotik prophylactic
untuk penempatan garis tidak dapat dibenarkan menyangkut proliferasi antibiotik
pada mikroorganisme yang resisten. Meskipun tindakan pencegahan, kateter yang
berhubungan dengan infeksi masih terjadi. Jika kateter, yang berhubungan dengan
infeksi tergolong suspek, sampel darah untuk kultur harus digambarkan untuk
mengukur jumlah bakteri.
Tanda atau gejala sitematik dari sepsis merupakan indikasi empiris untuk
terapi antibiotik pada perawatan infeksi yang disebabkan oleh staphylococcus
epidermidis atau S. aureus. Ulasan gram- negative harus termasuk dalam imunitas
penderita neutroperia. Sekali terapi antibiotik dimulai, kateter dapat diganti.
Penderita dengan syok septik dan tanpa etiologi infeksi lain, kateter harus
dipindahkan dan ditempatkan di bagian lain. Jika kultur dari ujung kateter
telah positif diganti dengan kawat, kemudian kateter harus ditarik dan bagian
lain diganti yang baru. Jika ujung kateter negative, lebih mudah terjadi
infeksi.3,7,8,9
VI.5. Komplikasi
Trombosis.
Penderita dengan kateter yang tidak tertinggal lebih tinggi resiko untuk
mengalami komplikasi trombosis.Resiko kateter
sehubungan dengan trombosis tidak berhubungan dengan penempatan sisi. Persentase
tertinggi tejadi kateter femoralis dan yang paling sedikit terjadi pada
subclavia. Dengan semua kateter, trombosit berpotensi untuk emboli. Untuk
mencegah komplikasi trombosis ini, usahakan jangan pernah menarik kateter
melewati bevel jarum oleh karena dapat menggores atau bahkan sampai terputus.
Jika komplikasi terjadi maka penanganannya adalah segera lakukan foto x-ray dan
konsul ke dokter yang lebih ahli dalam melepaskan emboli kateter.5 Semakin sering
terjadi komplikasi maka tidak dapat dilakukan kanulasi pada pembuluh darah.3,7,8,9,12
VI.7 Pengalaman Dalam
Kateterisasi
Tingkat pengalaman dalam hal kateterisasi juga dapat menurunkan terjadinya
komplikasi.Insersi kateter oleh klinisi yang telah melakukan lebih dari 50 kali
pemasangan adalah 50% masih lebih baik dan dapat menurunkan komplikasi
mekanik dibandingkan dengan klinis yang telah melakukan insersi kurang dari 50
kali. Jika klinisi tidak berhasil melakukan insersi sebanyak tiga kali
percobaan maka segera minta bantuan kepada orang yang lebih ahli untuk
melakukan pemasangan. Insidens terjadinya komplikasi mekanik pada percobaan
pemasangan kateter 3 kali atau lebih adalah 6 kali lebih banyak dibandingkan
dengan yang hanya satu kali percobaan.7
VI.8 Penuntun
ultrasound
Penggunaan ultrasound sebagai penuntun telah dipromosikan sebagai metode yang
dapat menurunkan ankag resiko komplikasi selama kateterisasi vena sntral. Pada
tekhnik ini, ultrasound probe digunakan untuk melokalisasi vena dan mengukur
seberapa dalam dibawah kulit. Dibawah visualisasi ultrasound,jarum introducer
kemudian dituntun melewati kulit ke dalam pembuluh darah. Selama kateterisasi
vena jugularis interna, penuntun ultrasound menurunkan ankga kejadian
komplikasi mekanik, kegagalan penempatan dan waktu yang digunakan untuk
insersi. Namun penggunaannya selama kateterisasi vena subclavia masih diragukan
hasilnya pada uji klinik, kemungkinan olah karena alasan anatomis. Penggunaan
penuntun ultrasound seharusnya rutin dipertimbangkan untuk kasus-kasus
kateterisasi pada vena jugularis interna.7,9,12
VI.6 Mengenali
Tertusuknya Arteri dan Mencegah Emboli
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan tekanan oksigen arteri yang normal,
tertusuknya arteri biasanya mudah dikenali dengan aliran yang berdenyut dari
spoit dan warnanya berupa warna darah merah terang. Meski demikian, pada pasien
yang didapati dengan hipotensi atau desaturasi arterial, tanda-tanda diatas
mungkin tidak didapatkan. Jika terdapat keraguan apakah jarum intoduser berada
dalam arteri atau vena, sebuah kateter lumen tunggal 18 G (termasuk perlengkapannya)
sebaiknya diinsersikan melalui mandrin/wire dan menuju pembuluh darah. Langkah
ini tidak membutuhkan penggunaan dilator. Kateter ini selanjutnya bisa
disambungkan ke transducer bertekanan untuk konfirmasi adanya bentuk gelombang
vena dan tekanan vena. Contoh-contoh simultan untuk mengukur gas darah
selanjutnya dapat diambil, satu dari kateter dan yang lainnya dari arteri. Akan
didapatkan perubahan substansial pada tekanan oksigen jika kateter berada dalam
vena.
Pernafasan spontan pada pasien menghasilkan tekanan negatif intratorasik selama
inspirasi. Jika kateter terbuka terhadap udara bebas, tekanan intratorasik ini
dapat mengalirkan udara menuju vena yang menyebabkan emboli udara. Meskipun
hanya sedikit, emboli udara dapat bersifat fatal,khususnya jika ditransmisikan
ke sirkulasi sistemik melalui defek septum arterial atau ventrikular. Untuk
mencegah komplikasi ini, kateter HUBS harus selalu tertutup setiap waktu, dan
pasien seharusnya diposisikan tredelenberg selama insersi. Jika terjadi emboli
udara, pasien diposisikan tredelenberg dengan condong left lateral dekubitus
untuk mencegah pergerakan udara menuju jalur ventrikular kanan. Oksigen
100%sebaiknya diberikan untuk mempercepat penyerapan udara. Jika kateter berada
dalam jantung, aspirasi udara sebaiknya dilaksanakan.5,7
VI.7. Antibiotik
profilaksis
Banyak penelitian mengenai antibiotikprofilaksis telah didemonstrasikan dan
strategi ini berhubungan dengan pengurangan jumlah infeksi ke dalam darah
melalui kateter. Meski demikian, penggunaan antibiotic diragukan karena
perhatian bahwa ini akan meningkatkan munculnya organisme yang resistensi
antibiotic.7
VI.8. Perawatan
Pemeliharaan yang baik dari kateter vena centralis dan penempatan sisi
mungkin memperkecil resiko dari kateter sehubungan dengan komplikasi. Aplikasi
rutin dari antibiotik topikal belum terbukti dalam mengurangi tingkat infeksi
aliran darah dan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri resisten dan jamur.
Sekarang ini,
tidak ada fakta-fakta yang kuat mengenai penggunaan kasa atau jas steriil, atau
rekomendasi yang dibuat berkenaan frekwensi penggantian pakaian secara rutin. Bagaimanapun juga,
pemeriksaan visual secara rutin untuk eritema atau pus, dan palpasi harus
menjadi perawatan standar untuk kateter yang tidak tertinggal. Pusat kateter
merupakan sumber infeksi yang paling sering. Pusat kateter ini harus diganti
secara rutin, setidaknya setiap tiga hari, untuk mengurangi insiden infeksi.
Resiko infeksi menjadi banyak sekali setelah lima sampai tujuh hari setelah
kateterisasi. Bagaimanapun percobaan penggantian rutin kateter menjadi kawat
belum menunjukkan pengurangan dalam infeksi sehubungan dengan kateter,
sementara penempatan kateter pada bagian lain memberikan hasil yaitu
peningkatan jumlah komplikasi mekanik. Kateter harus dipindahkan sebelum lebih
lama lagi untuk infeksi yang dapat meningkat sewaktu-waktu.3,7
REFERENSI
1. Chen H. M.D., Christopher J.S.
M.D., Venous And Arterial access. In : Manual Of Common Bedside Surgical
Procedures, 2nd Edition. Halsted Residents Of The Johns Hopkins Hospital,Lippincott
Williams & Wilkins, 2000, pp.36-57
2. Sanjiv J.Shah,M.D., Carolyn S. Calfee,M.D. High Flow Infusion Technique. In
: Clinical Procedures In Emergency Medicine, 3rd Edition. Philadelphia, WB
Saunders,1998, pp. 352
3. Wolf Scott W.,M.D. Intravenous Access In Adults. In :
Perioperative Fluid Therapy, Part III, Departement Of Anesthesiology University
Of Texas Medical Branch Of Galveston Texas, USA, 2006, pp. 102-5
4. Singer M. M.D.,Webb A.R. M.D., Central Venous
Catheter-Use. In: Critical Care 2nd Edition, Oxford Handbook, Departement Of Intensive
Care University College London Hospitals,2005, pp. 114-7
5. Caroline ozment, M.D.,et all. Central Venous Line
Placement,Subclavian Venipuncture,Infraclavicular Approach, Reviw Article Of
Intensive Care Medicine, 2003
6. Komisi Trauma ATLS Pusat. Pemantauan Tekanan Vena Sentral. Pada: Buku ATLS
Edisi American College Of Surgeons Committee On Trauma,2007. Hal: 111-2
7. David C.McGee,M.D., Michael K. Gould,M.D., Preventing
Complications Of Central Venous Catheterization. In : Current Concepts Review
Article Of New England Journal Of Medicine,2003.pp. 1123-33
8. Roberto E.Rusminosky, M.D.,MPH,FACS, Complications Of Central Venous
Catheterization, Departement Of Surgery West Virginia University, 2007, pp:
681-9
9. Alan
Langganan:
Postingan (Atom)